Merasa Revolusi Telah Gagal

Perjuangan Demokrasi Kehilangan Roh?

Awalnya ada puluhan ribu, sekarang hanya beberapa belas pemberontak muda yang berani muncul di jalan-jalan di Yangon. Tanpa senjata dan diikuti 20.000 pasang mata tentara yang memenuhi kota, mereka terus meneriakkan bahwa demokrasi di Myanmar terbunuh karena tindakan brutal militer. Namun, dengan todongan senjata militer di setiap pojok jalan, mereka susah payah mendapatkan dukungan.

Lima anak muda sudah memanjat atap dekat Hotel Asia Plaza, tidak jauh dari Pagoda Sule yang terletak di pusat kota. Dari titik itu mereka bisa melihat posisi tentara yang berjaga. Dengan demikian, mereka bisa turun ke jalan-jalan yang aman untuk ’menentang’ militer dan menarik lebih banyak warga untuk mendukung aksi.

"Tetapi, mereka (tentara, Red) banyak sekali," kata salah satu pemuda sambil menunjuk truk penuh tentara.. Namun, mereka berhasil menemukan jalan yang kosong dari tentara dan bergabung dengan kelompok lain.

Jumlah mereka tidak lebih dari 20 orang. Dengan semangat membara, mereka berteriak, "Bebaskan biksu kami, jatuhlah pembunuh rakyat."

Saat ini warga harus mempertimbangkan dengan matang bila hendak mendukung revolusi demokrasi dan mempertaruhkan hidup mereka. Tapi, sebagian besar warga memilih untuk tidak terlibat.

Rakyat Myanmar sepertinya mulai menerima bahwa jenderal-jenderal penguasa sudah menang lagi. Rezim secara tepat dan cepat menghitung, kalau memutuskan ikut demo, artinya siap terbunuh. Sebagian besar warga memilih mundur dalam ketakutan.

Tentara berpatroli di jalan-jalan Yangon dan memasukkan tersangka ke dalam truk. Tampak seorang dari mereka lari dengan kecepatan tinggi ketika melihat tentara dan bersembunyi di belakang rumah yang hancur.

Keputusasaan sudah merasuki para pengunjuk rasa, diplomat asing, dan warga sipil. Sekarang mereka cemas kalau revolusi sudah gagal. Myanmar sepertinya mengulangi kembali kegagalan 20 tahun lalu, saat aksi serupa dihelat. Banyak yang takut mereka harus menunggu dua dekade untuk mencoba lagi.

Biksu, satu-satunya kelompok yang bisa menandingi jumlah tentara, selama berdekade memberikan dukungan moral kepada negara meski korupsi dan tindakan brutal rezim terus berlanjut. Tanpa biksu, gerakan demokrasi sudah kehilangan aura.(bbc/tia)
Sumber: Jawa Pos, Selasa, 2/10/07

Tidak ada komentar: