Dialog Junta-Suu Kyi Tetap Sulit Terwujud

Militer Tetap Ajukan Syarat

Niat junta militer Myanmar untuk menghelat pertemuan dengan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi sepertinya isapan jempol belaka. Lewat media pemerintah New Light of Myanmar, junta tetap mengajukan syarat agar pertemuan itu bisa berlangsung.

Syarat terbaru mereka adalah Suu Kyi tidak mendukung sanksi yang dijatuhkan negara lain kepada Myanmar. "Seiring tawaran resmi pemerintah, sekarang waktu Anda (Suu Kyi, Red) untuk bertindak," tulis harian corong pemerintah itu.

Harian tersebut mengungkapkan bahwa dialog memerlukan pengorbanan, termasuk dari Suu Kyi. "Anda harus memahami tindakan natural untuk menyerahkan sesuatu demi mendapatkan ganti yang sepuluh kali lebih bernilai dan bermanfaat," tambah media yang dianggap sebagai alat propaganda pemerintah tersebut.

Ditambahkan, pemimpin junta Jenderal Senior Than Shwe kembali menawarkan pembicaraan dengan Suu Kyi. Catatannya, Suu Kyi menolak segala bentuk konfrontasi, sanksi perekonomian, dan sanksi lain kepada Myanmar.

Sementara itu, warga Yangon menyambut hangat berakhirnya jam malam yang diberlakukan junta. Mereka merasa lega karena peraturan jam malam yang berlaku mulai 23.00-03.00 itu berakhir.

Tetapi, warga yakin, hidup dan perasaan mereka belum kembali normal. "Orang sangat senang dengan berakhirnya jam malam. Kami bebas sekarang. Namun, kami, termasuk saya, tetap cemas pada situasi itu," jelas seorang warga berusia 30 tahun.

Seorang ibu rumah tangga berusia 55 tahun mengaku sangat senang peraturan itu diakhiri. Tetapi, dia memutuskan tetap menjauh dari Pagoda Shwedagon yang menjadi pusat demonstrasi berdarah bulan lalu. "Saya ingin pergi ke Pagoda Shwedagon, namun saya tidak ingin ke sana saat ini. Saya terlalu takut," tambahnya.

Meski otoritas sudah mengurangi dengan drastis penjagaan militer di beberapa pagoda, beberapa petugas berpakaian preman masih berjaga.

Hal tersebut membuat warga masih diliputi ketakutan. "Anak lelaki saya sangat senang karena dia bisa pergi ke rumah temannya saat malam. Namun, saya masih takut dengan situasinya. Jadi, saya minta anak-anak tidak berada di luar rumah terlalu lama," kata ibu berusia 41 tahun.

Saat jam malam berlaku, bisnis di Yangon tutup lebih cepat. Padahal, biasanya setiap malam aktivitas belum berhenti. Khususnya di kedai-kedai teh dan kopi.

Salah seorang pemilik toko teh berharap agar bisnis dan konsumennya kembali setelah jam malam dihapus. "Bisnis saya merana saat jam malam. Sebab, saya harus menutup toko pukul 21.00. Namun, di atas semua itu, pengunjung saya menurun drastis," kata lelaki 50 tahun itu.

Kedai minum teh menjadi tujuan populer untuk bersantai di Myanmar. Sebagai salah satu negara termiskin di dunia, kedai tersebut menjadi hiburan bagi mereka yang tidak bisa makan di restoran. "Saya harap, konsumen segera berkunjung. Saya ingin bisnis kembali seperti semula," sambungnya.

Namun, meski jam malam sudah dihapus, pemerintah masih menutup jaringan internet. Tindakan itu menghindari tersebarnya gambar dan informasi dari bentrokan tersebar ke seluruh dunia.

Akses internet memang membaik, tetapi hanya sesaat. Junta masih melarang media asing, termasuk BBC dan Voice of America, serta perwakilan berita untuk beroperasi. (ap/afp/tia)
Sumber: Jawa Pos, Senin, 22 Okt 2007

Tidak ada komentar: