Aksi Solidaritas untuk Myanmar

Gelombang protes terhadap aksi kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terus bergulir. Kemarin, ratusan massa dari beberapa elemen Kristen dan Buddha menggelar aksi damai di Surabaya.

Aksi bertajuk Solidaritas dan Kasih untuk Myanmar itu diikuti Partai Damai Sejahtera (PDS), Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Surabaya dan Jawa Timur, Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Jawa Timur, Pemuda Katholik Jawa Timur, Persekutuan Warga Kristen (PWK) Wilayah 8 Surabaya, dan Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Surabaya.

Sekitar 100 orang memulai aksinya dengan berjalan mundur dari pertigaan Jalan HR Muhammad menuju Vihara Budhayana di Jalan Putat Gede. Selain berjalan mundur, mereka juga memlester mulut dengan lakban hitam. "Ini simbol matinya demokrasi di Myanmar. Apa pun alasannya, kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah," kata Daniel Lukas Rorong, koordinator aksi.

Para peserta aksi juga mengenakan pita merah sebagai bentuk keprihatinan terhadap kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap para biksu dan warga sipil. "Warna merah melambangkan dukungan atas keberanian luar biasa yang diperlihatkan rakyat Myanmar," lanjut Daniel.

Selain mendesak junta militer Myanmar menghentikan aksi kekerasan terhadap warga sipil, mereka juga berharap agar pemerintah Myanmar memulai perundingan dengan peraih nobel perdamaian Aung San Suu Kyi. "Sebagai sesama umat beragama, saya merasa perlu mengingatkan mereka (pemerintah Myanmar, Red) agar menghormati kemanusiaan," tegas Ketua PDS Surabaya Simon Lekatompessy dalam orasinya.

Selanjutnya, perwakilan dari massa juga membacakan naskah keprihatinan yang berisikan kecaman aksi brutal junta militer yang telah menewaskan sembilan orang dan melukai para biksu serta masyarakat sipil di Myanmar. "Naskah keprihatinan itu nantinya akan kami kirimkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Daniel.

Usai membacakan naskah itu, perwakilan aksi menyerahkan petisi yang berisi kutukan terhadap kekejaman junta militer di Myanmar kepada Bikhu Vijananda Thera sebagai perwakilan umat Buddha di Surabaya. Lalu, aksi solidaritas itupun diakhiri dengan pelepasan 15 ekor burung merpati putih sebagai tanda perdamaian oleh perwakilan elemen Kristen beserta dua biksu dari Wihara Buddhayana.

Sementara itu, Bikhu Vijananda Thera mengutuk keras tragedi di Myanmar. Selain itu dia juga berdoa agar para pendeta dan bikhu di sana diberikan kekuatan untuk terus melakukan perjuangan bersama rakyat.

"Kekerasan yang terjadi di Myanmar sudah sangat melanggar hak azazi. Sebab, saat ini junta militer tidak hanya melakukan kekerasan terhadap rakyat maupun pendeta, tetapi juga melarang orang melakukan sembahyang di vihara-vihara," tambahnya. (zul)
Sumber: Jawa Pos, 10/10/2007

Tidak ada komentar: