PM Myanmar Meninggal

Tentara Junta Militer Cari Suaka

Di tengah upaya memadamkan perlawanan rakyatnya, junta militer Myanmar kehilangan salah seorang pucuk pimpinan. Sumber tepercaya menyebutkan, Perdana Menteri Myanmar Letnan Jenderal Soe Win meninggal di rumah sakit militer di Mingalardon, Yangon, Selasa (2/10) petang.

Mengutip jaringan berita online Thailand, The Nation, Soe Win yang sebelumnya menjalani perawatan di Singapore General Hospital selama empat bulan kembali ke Myanmar secara rahasia Senin (1/10). Otak serangan berdarah tentara junta terhadap kelompok oposisi empat tahun lalu itu dinyatakan meninggal Selasa (2/10) sekitar pukul 17.00 waktu setempat.

Soe divonis oleh tim medis Singapura menderita leukemia. Kematian jenderal yang mendapat julukan "Jagal dari Depayin" (merujuk tragedi pembantaian pendukung pemimpin oposisi Suu Kyi di Depayin pada 2003) diprediksi tidak banyak menggoyang kekuatan junta militer. Sebab, kekuasaan nyata berada di tangan Jenderal Senior Than Shwe.

Namun, para tokoh oposisi berharap kematian Soe Win mendorong junta lebih lunak. Sebab, banyak tokoh di lingkar satu kekuasaan sudah tua. "Saya juga baru mengetahui itu (kematian Soe Win, Red) dari sumber. Namun, kami harap kabar ini membawa dampak baik bagi perjuangan kami," ujar Juru Bicara Pemerintahan Koalisi (National Coalition Government/NCG) of the Union of Burma Zin Linn kepada wartawan Jawa Pos Kardono Setyorakhmadi kemarin.

Mengenai pengganti PM Soe Win, pemimpin junta militer dikabarkan akan mengangkat Letnan Jenderal Thein Sein, orang kepercayaan Jenderal Than Shwe. Namun, sumber lain menyebutkan, Jenderal Shwe Mann, kepala staf gabungan militer Myanmar, berpotensi menjadi PM baru Myanmar.

Di bagian lain, rumor yang menyebutkan adanya perpecahan di kalangan militer ternyata bukan isapan jempol belaka. Buktinya, kemarin seorang perwira menengah militer Myanmar mencari suaka ke Kedutaan Besar Swedia dan Norwegia di Bangkok. Hal ini dilansir oleh radio kelompok perlawanan junta militer di pengasingan Democratic Voice of Burma yang berkantor Oslo, Norwegia.

Zin Linn membenarkan kabar tersebut. Dia bahkan menjelaskan bahwa mayor yang kemudian diidentifikasi bernama Mayor Htay Win itu sebelumnya merupakan wakil komandan sebuah batalyon LID 99, sebuah batalyon yang ditugasi menumpas demonstrasi di Yangon. "Dia mencari suaka bersama anaknya yang berumur 17 tahun," ujar Zin Linn, yang kemudian menyebutkan bahwa dia kini tidak tahu lokasi persisnya Mayor Win tersebut.

Masih menurut Zin Linn, mayor Win membelot karena menolak untuk menembaki warganya sendiri, terutama para biksu. "Karena takut dihukum berat lantaran menolak perintah, makanya Mayor Win membelot dan lari dari negaranya," ucap Zin Linn. Win desersi dari kesatuannya dan melarikan diri dari kejaran pasukan junta selama lima hari.

Selasa malam, Win dan anaknya tiba di Bangkok. Pelarian tentara Myanmar seperti Mayor Win diperkirakan semakin sering terjadi. Sebab, banyak di kelompok militer yang menolak berlaku kasar, apalagi menembakkan senjata ke rakyat dan para biksu. "Saya dan banyak teman saya tak mampu melakukan perintah itu (menembak biksu, Red). Kami diancam akan dibunuh," ungkap Win. Ancaman itu yang mendorong Win nekat melarikan diri.

Dari upaya dunia internasional mencari solusi damai di Myanmar, Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari kemarin bertemu dengan PM Singapura Lee Hsien Loong. Setelah acara tersebut, Gambari langsung terbang ke New York, tempat markas PBB. Tidak ada pernyataan apa pun dari Gambari dan rombongannya tentang hasil kunjungan ke Myanmar. "Kami akan menyampaikan semua ke publik setelah pertemuan dengan Sekjen PBB besok (hari ini, Red)," ujar seorang diplomat yang keberatan disebut namanya. Gambari dikabarkan akan kembali lagi ke Myanmar awal November untuk menuntaskan misi yang dibawanya.

Seperti diberitakan, Gambari berkunjung empat hari ke Myanmar. Separo dari waktunya habis dipakai menunggu untuk bertemu dengan pemimpin junta Jenderal Than Shwe. Gambari juga mengadakan pertemuan dengan simbol demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi.

Dari Jenewa, Swiss, dilaporkan, Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) mengecam penindakan keras oleh junta militer terhadap kelompok oposisi dan menyeru para jenderal mengizinkan para penyelidiknya untuk berkunjung, pertama dalam empat tahun. (afp/ap/bbc/rtr/*)
Sumber: Jawa Pos, Kamis, 04 Okt 2007

Tidak ada komentar: