Liputan Khusus GANNA PRYADHARIZAL dari Bangkok
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Myanmar untuk segera membebaskan tahanan politik.Tekanan itu diungkapkan setelah peringatan serius internasional atas kekerasan berdarah di Myanmar.
PBB menunjukkan isyarat memberlakukan sanksi jika junta tetap menyerang pengunjuk rasa.Kekuatan Barat di PBB juga telah mengedarkan rancangan pernyataan kecaman atas tindakan kekerasan di Myanmar. ”Sangat penting bagi pemimpin Myanmar untuk menyadari bahwa apa yang terjadi di negara ini dapat memiliki dampak internasional yang sangat serius,” ungkap Duta Khusus PBB untuk Myanmar Ibrahim Gambari dalam laporan pertama kemarin ke Dewan Keamanan (DK) PBB sejak kembali dari Yangon. Gambari menegaskan, upaya Myanmar untuk mengisolasi diri akan sia-sia.
”Tidak ada negara yang dapat mengisolasi diri dari komunitas internasional,” tegasnya. Gambari menyatakan, setelah bertemu Aung San Suu Kyi di Yangon, terungkap bahwa Suu Kyi senang dengan fakta rakyat Myanmar telah berani meneriakkan pendapat.” Tapi kini saya pikir,Suu Kyi ingin ini digunakan sebagai peluang untuk benar- benar mendorong dialog dengan pemerintah,” ungkap Gambari. Setelah bertemu dalam sesi tertutup dengan anggota Dewan Keamanan (DK) PBB, Gambari mengatakan bahwa DK PBB telah membuat konsensus.
”Status quo di negara Myanmar tidak dapat diterima, lemah, dan tidak masuk akal,” paparnya,kemarin. ”Saya mempertimbangkan berkunjung kembali ke Myanmar sebelum pertengahan November.Kita perlu menggunakan momentum yang telah diciptakan pada kunjungan awal pekan ini sebagai sebuah peluang,” ungkap Gambari. Kemarin beredar draf rancangan penyataan DK PBB untuk mendukung akses penuh dan tidak terbatas bagi Gambari untuk mengunjungi Myanmar.
”DK PBB mengecam kekerasan dan represi yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap demonstrasi damai, termasuk penggunaan pasukan untuk melawan tokoh-tokoh dan institusi agama,” tulis pernyataan yang diungkapkan PBB, Inggris, dan Prancis,kemarin. Pernyataan tidak mengikat itu akan didiskusikan oleh DK PBB di tingkat pakar pada Senin (8/10).
Diperlukan konsensus oleh seluruh anggota DK PBB yang berjumlah 15 negara untuk bisa diterapkan. Sementara itu, anggota Dewan Menteri Pemerintahan Koalisi Nasional Myanmar (NCGUB) Sann Aung pesimistis rencana pertemuan junta dengan ikon demokrasi Aung San Suu Kyi dapat menghasilkan keputusan berarti. Keraguan Sann Aung muncul karena selama ini junta tidak bersikap serius dengan tekanan internasional.
Menurut Sann Aung, junta tidak boleh mengobral janji, tapi harus menunjukkan bukti di lapangan. ”Harus ada tindakan nyata dari junta, jangan hanya bicara. Junta punya sejarah panjang dalam berbohong,” ujarnya kepada SINDO di Bangkok,kemarin. Junta telah menawarkan bertemu dengan Aung San Suu Kyi.
Namun Suu Kyi hingga saat ini masih mempertimbangkan tawaran tersebut. Sebagian pendukung Suu Kyi menilai pertemuan itu hanya taktik junta untuk meredakan tekanan dunia internasional. Sann Aung juga mendesak Pemerintah Thailand meninjau ulang kontrak bisnis gasnya dengan Pemerintah Myanmar. Sann Aung menilai, kerja sama bisnis itulah yang menguatkan rezim junta Myanmar hingga saat ini.
Pernyataan Sann Aung sekaligus menepis dugaan selama ini bahwa Chinalah negara yang paling berpengaruh dalam perekonomian Myanmar. ”Jadi bukan China yang meningkatkan perekonomian Myanmar, tapi Thailand,”lanjutnya. Sementara anggota NCGUB yang lain,Maung Maung,mendesak agar junta mengambil tindakan nyata dalam pembebasan Suu Kyi.
”Jika benar-benar ingin berdialog, junta harus membebaskan Suu Kyi agar dia bebas bertindak dan bicara dalam dialog,”paparnya. Tekanan terhadap junta dari ASEAN juga meningkat. Perdana Menteri (PM) Thailand Surayud Chulanont dan PM Singapura Lee Hsien Loong mengusulkan agar menteri-menteri luar negeri ASEAN berangkat ke Yangon untuk menemui junta Myanmar. Namun, belum jelas kapan rencana itu dilaksanakan.
Sementara Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Norwegia Bjorm Svenungsen mengatakan, diplomat Norwegia telah bertemu dengan Mayor Hla Win di Kedubes Norwegia di Bangkok.
Mayor Hla Win merupakan tentara Myanmar yang membelot ke Thailand karena menolak melaksanakan perintah membunuh biksu dan pengunjuk rasa. Tidak ada kejelasan apakah Hla Win datang ke Kedubes Norwegia untuk minta suaka. Mayor Hla Win kabur dari Myanmar bersama anaknya yang berusia 17 tahun. Keduanya tiba di Bangkok pada Selasa (2/10). (AP/AFP/syarifudin)
Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 07/10/2007
PBB Ancam Junta Myanmar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar