Selasa (2/10/07), Jenderal Than Shwe dan Ibrahim Gambari Bertemu
Harapan adanya perubahan signifikan di Myanmar setelah hadirnya utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai meredup. Sampai kemarin rombongan PBB yang dipimpin diplomat senior asal Nigeria, Ibrahim Gambari, tak kunjung ditemui Jenderal Senior Tha Shwe. Padahal, pertemuan dengan pemimpin tertinggi junta militer itu adalah kunci penting untuk membuka dialog antara pemerintah militer dan kelompok prodemokrasi.
Sejak datang ke Myanmar Sabtu (29/9), junta militer seperti setengah hati menerima utusan khusus PBB. Kesediaan menerima kedatangan Ibrahim Gambari hanya untuk memenuhi tekanan dunia internasional, khususnya sekutu utama junta, Tiongkok. Sejumlah pejabat junta memang menyambut kedatangan Gambari. Tetapi, Jenderal Than Shwe tidak terlihat. "Sepertinya kami belum bisa keluar Myanmar dengan lega, sebelum pertemuan Gambari-Than Shwe terwujud," ujar seorang diplomat Asia di rombongan PBB yang menolak disebut namanya kemarin.
Than Shwe memang sengaja mengukur-ulur waktu pertemuan dengan Gambari. Dia masih menunggu aksi perlawanan terhadap junta militer yang dipimpinnya betul-betul mereda. Seharian kemarin Gambari kembali gagal menemui Than Shwe.
Padahal, usai bertemu pemimpin kelompok prodemokrasi Aung San Suu Kyi pada Minggu (30/9) di Yangon, Gambari langsung terbang ke Naypyidaw, ibu kota baru Myanmar yang terletak di tengah hutan dan berjarak 350 km di utara Yangon dengan harapan bisa bertemu Than Shwe.
Jangankan menemui Gambari, Than Shwe malah menyuruh anak buahnya membawa rombongan PBB ke negara bagian Shan di wilayah utara. Di sana Gambari diplot menjadi pembicara dalam sebuah seminar tentang hubungan Eropa dan Asia Tenggara. Usai pertemuan, baru rombongan PBB dikabari bahwa sang jenderal bersedia bertemu dengan utusan PBB hari ini, Selasa (2/10).
"Jika pertemuan itu terjadi, pada hari itu juga kami akan balik (keluar dari Myanmar, Red)," ujar seorang diplomat. Sumber diplomat itu juga menambahkan, Gambari akan menyampaikan pesan dari Aung San Suu Kyi saat bertemu Jenderal Than Shwe. Sejumlah pejabat PBB yang dikonfirmasi tentang isi pesan Suu kyi menolak berkomentar.
Seberapa pun besarnya upaya yang dilakukan Gambari, tidak ada kejelasan apakah dia dapat menuntaskan misinya di Myanmar. Junta militer selama ini telah beberapa kali menampik upaya-upaya PBB untuk mempromosikan demokrasi. Gambari sendiri pernah berbicara secara pribadi dengan Suu Kyi hampir setahun lalu, tetapi tidak pernah terlihat apa yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut.
Sementara itu, situasi di Yangon kemarin berangsur normal. Aksi perlawanan dalam bentuk demonstrasi di jalanan yang dipimpin para biksu seminggu lalu perlahan mulai menghilang. Imbauan mogok masal yang digalang kelompok biksu direspons warga dengan menunda aktivitas sehari-hari. Kegiatan hanya tampak di kantor-kantor pemerintah. Pusat ekonomi seperti pasar masih lumpuh. Sebagian besar toko juga tutup.
Lampu lalu lintas mulai menyala, jumlah kendaraan yang lewat terus bertambah. Tentara dan polisi huru-hara masih memenuhi jalan utama kota. Namun, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, tentara mulai memindahkan penghalang jalan untuk mengurangi ketegangan. Dikabarkan sejumlah tentara dan polisi huru-hara telah dipindahkan dari pusat kota ke wilayah pinggiran.
Sejumlah tentara masih memeriksa sejumlah mobil dan bus serta memantau kota dengan helikopter. Sejumlah biksu juga sudah diizinkan meninggalkan biara untuk mengumpulkan sumbangan makanan, meski masih dipantau oleh tentara yang terlihat santai di bawah pohon. "Situasi mulai normal saat ini. Lalu lintas tampak lancar, banyak kendaraan militer yang disimpan di tempat yang tidak terlalu terlihat," ungkap Duta Besar Inggris Mark Canning.
Dari Bangkok dilaporkan aksi massa masih terjadi di pinggiran Yangon, tepatnya di distrik Insein (dekat penjara terbesar di Myanmar yang terletak di sebelah utara Yangon), dan bagian selatan Yangon.
Di Insein kemarin berkumpul sekitar 2.000 warga yang dipimpin sekitar 50 biksu. Sebaliknya, dari bagian selatan telah berkumpul 1.500 orang. Kedua kumpulan massa tersebut bergerak bersamaan menuju ke pusat kota Yangon.
Sayang, sekitar pukul 16.00, sebelum memasuki pusat kota Yangon, keduanya sudah dibubarkan pasukan junta. Seperti biasa, untuk menghindari jatuhnya korban dan penangkapan, massa langsung berlari kembali dan melarikan diri. "Bukannya kami takut, tapi kami hanya ingin mengirim pesan kalau kami masih ada dan terus melanjutkan aksi. Namun, tentu saja kami tak berlaku konyol dengan menghadapi mereka (tentara dan polisi) secara langsung," papar sumber yang tak mau dikutip namanya tersebut.
Sumber tersebut menyatakan, rakyat kini punya simbol dan tanda bersama untuk saling mendukung perjuangan. Apa itu? "Setiap malam, selama 15 menit, kami akan mematikan lampu," ucapnya. Dia mengatakan, aksi tersebut dimulai pukul 20.00 - 20.15. "Biar mereka (rezim militer, Red) mengetahui kalau kekerasan tak akan menyurutkan perlawanan kami," tandasnya. Waktu pukul 20.00 dipilih karena biasanya pada jam tersebut, TV lokal Myanmar menyiarkan berita atau pesan dari pemerintah. (afp/ap/*)
Harapan adanya perubahan signifikan di Myanmar setelah hadirnya utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai meredup. Sampai kemarin rombongan PBB yang dipimpin diplomat senior asal Nigeria, Ibrahim Gambari, tak kunjung ditemui Jenderal Senior Tha Shwe. Padahal, pertemuan dengan pemimpin tertinggi junta militer itu adalah kunci penting untuk membuka dialog antara pemerintah militer dan kelompok prodemokrasi.
Sejak datang ke Myanmar Sabtu (29/9), junta militer seperti setengah hati menerima utusan khusus PBB. Kesediaan menerima kedatangan Ibrahim Gambari hanya untuk memenuhi tekanan dunia internasional, khususnya sekutu utama junta, Tiongkok. Sejumlah pejabat junta memang menyambut kedatangan Gambari. Tetapi, Jenderal Than Shwe tidak terlihat. "Sepertinya kami belum bisa keluar Myanmar dengan lega, sebelum pertemuan Gambari-Than Shwe terwujud," ujar seorang diplomat Asia di rombongan PBB yang menolak disebut namanya kemarin.
Than Shwe memang sengaja mengukur-ulur waktu pertemuan dengan Gambari. Dia masih menunggu aksi perlawanan terhadap junta militer yang dipimpinnya betul-betul mereda. Seharian kemarin Gambari kembali gagal menemui Than Shwe.
Padahal, usai bertemu pemimpin kelompok prodemokrasi Aung San Suu Kyi pada Minggu (30/9) di Yangon, Gambari langsung terbang ke Naypyidaw, ibu kota baru Myanmar yang terletak di tengah hutan dan berjarak 350 km di utara Yangon dengan harapan bisa bertemu Than Shwe.
Jangankan menemui Gambari, Than Shwe malah menyuruh anak buahnya membawa rombongan PBB ke negara bagian Shan di wilayah utara. Di sana Gambari diplot menjadi pembicara dalam sebuah seminar tentang hubungan Eropa dan Asia Tenggara. Usai pertemuan, baru rombongan PBB dikabari bahwa sang jenderal bersedia bertemu dengan utusan PBB hari ini, Selasa (2/10).
"Jika pertemuan itu terjadi, pada hari itu juga kami akan balik (keluar dari Myanmar, Red)," ujar seorang diplomat. Sumber diplomat itu juga menambahkan, Gambari akan menyampaikan pesan dari Aung San Suu Kyi saat bertemu Jenderal Than Shwe. Sejumlah pejabat PBB yang dikonfirmasi tentang isi pesan Suu kyi menolak berkomentar.
Seberapa pun besarnya upaya yang dilakukan Gambari, tidak ada kejelasan apakah dia dapat menuntaskan misinya di Myanmar. Junta militer selama ini telah beberapa kali menampik upaya-upaya PBB untuk mempromosikan demokrasi. Gambari sendiri pernah berbicara secara pribadi dengan Suu Kyi hampir setahun lalu, tetapi tidak pernah terlihat apa yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut.
Sementara itu, situasi di Yangon kemarin berangsur normal. Aksi perlawanan dalam bentuk demonstrasi di jalanan yang dipimpin para biksu seminggu lalu perlahan mulai menghilang. Imbauan mogok masal yang digalang kelompok biksu direspons warga dengan menunda aktivitas sehari-hari. Kegiatan hanya tampak di kantor-kantor pemerintah. Pusat ekonomi seperti pasar masih lumpuh. Sebagian besar toko juga tutup.
Lampu lalu lintas mulai menyala, jumlah kendaraan yang lewat terus bertambah. Tentara dan polisi huru-hara masih memenuhi jalan utama kota. Namun, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, tentara mulai memindahkan penghalang jalan untuk mengurangi ketegangan. Dikabarkan sejumlah tentara dan polisi huru-hara telah dipindahkan dari pusat kota ke wilayah pinggiran.
Sejumlah tentara masih memeriksa sejumlah mobil dan bus serta memantau kota dengan helikopter. Sejumlah biksu juga sudah diizinkan meninggalkan biara untuk mengumpulkan sumbangan makanan, meski masih dipantau oleh tentara yang terlihat santai di bawah pohon. "Situasi mulai normal saat ini. Lalu lintas tampak lancar, banyak kendaraan militer yang disimpan di tempat yang tidak terlalu terlihat," ungkap Duta Besar Inggris Mark Canning.
Dari Bangkok dilaporkan aksi massa masih terjadi di pinggiran Yangon, tepatnya di distrik Insein (dekat penjara terbesar di Myanmar yang terletak di sebelah utara Yangon), dan bagian selatan Yangon.
Di Insein kemarin berkumpul sekitar 2.000 warga yang dipimpin sekitar 50 biksu. Sebaliknya, dari bagian selatan telah berkumpul 1.500 orang. Kedua kumpulan massa tersebut bergerak bersamaan menuju ke pusat kota Yangon.
Sayang, sekitar pukul 16.00, sebelum memasuki pusat kota Yangon, keduanya sudah dibubarkan pasukan junta. Seperti biasa, untuk menghindari jatuhnya korban dan penangkapan, massa langsung berlari kembali dan melarikan diri. "Bukannya kami takut, tapi kami hanya ingin mengirim pesan kalau kami masih ada dan terus melanjutkan aksi. Namun, tentu saja kami tak berlaku konyol dengan menghadapi mereka (tentara dan polisi) secara langsung," papar sumber yang tak mau dikutip namanya tersebut.
Sumber tersebut menyatakan, rakyat kini punya simbol dan tanda bersama untuk saling mendukung perjuangan. Apa itu? "Setiap malam, selama 15 menit, kami akan mematikan lampu," ucapnya. Dia mengatakan, aksi tersebut dimulai pukul 20.00 - 20.15. "Biar mereka (rezim militer, Red) mengetahui kalau kekerasan tak akan menyurutkan perlawanan kami," tandasnya. Waktu pukul 20.00 dipilih karena biasanya pada jam tersebut, TV lokal Myanmar menyiarkan berita atau pesan dari pemerintah. (afp/ap/*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar