4 Ribu Biksu Dipenjara

- Biksu Ditangkap, Disekap di Gelanggan Pacuan Kuda
- Jasad Biksu Ditemukan Telungkup di Sungai

Penangkapan terus berlangsung selama utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa bertemu dengan pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Than Shwe. Sumber BBC mengatakan, sekitar 4.000 biksu ditangkap di Yangon dan akan segera dipenjarakan jauh dari kota terbesar di Myanmar itu.

Para biksu itu semula ditahan di gelanggang pacuan kuda yang sudah tidak dipakai dan sebuah kampus teknik di Yangon. Mereka ditempatkan di dalam gudang tidak berjendela dan tanpa fasilitas sanitasi.

Para biksu tersebut dilucuti pakaiannya dan dibelenggu. Terdapat laporan bahwa para biksu itu menolak makan. Karena banyak biksu dipenjara, demonstrasi-demonstasi itu kini otomatis berhenti.

Sebagian besar toko dan kuil dibuka lagi dan orang-orang kembali memulai aktivitasnya. Sekelompok tentara berada di setiap sudut kota namun para biksu tidak terlihat lagi. Kuil dan biara kosong. Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) yang berbasis di Thailand menyebutkan, para biksu yang memimpin aksi demonstran di Myanmar ditangkap, dilucuti jubahnya, dipukuli, ditendangi, dan dicerca oleh tentara dan milisi.

Sementara para diplomat asing di Myanmar menyatakan, kuil dan biara diserbu tentara setiap malam. Para biksu senior diperintahkan pulang kampung, dan komunitas biksu dibubarkan.

Jasad Biksu
Yang mencengangkan adalah beredarnya foto jasad biksu yang mengambang di sungai di Yangon dengan posisi telungkup. Tubuhnya nyaris telanjang. Jubah warna marun yang menjadi ciri khas biksu Myanmar melilit lehernya. Sekujur tubuhnya tampak biru-biru lebam. Sedangkan bagian belakang kepalanya menghitam. Rekaman gambar diambil oleh Democratic Voice of Burma dengan kamera video pada 30 September 2007.

Gambar itu kemudian diolah menjadi foto yang tersebar ke seluruh dunia melalui media massa, termasuk AFP yang menerima rekamannya pada 1 Oktober dan melansirnya kemarin.
Di Jenewa, Dewan Hak Asasi PBB mengadakan pertemuan darurat untuk mendengarkan kesaksian tentang kerusuhan itu.

''Saat pengunjuk rasa tak terlihat lagi, kami prihatin tentang keselamatan para biksu,'' kata Komisaris Tinggi Louise Arbour.
Dewan beranggotakan 47 negara itu tidak punya kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, dan terbatas memfokuskan diri pada pelanggaran hak asasi manusia.

Sementara itu, pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Than Shwe akhirnya bertemu dengan Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari, kemarin. Pertemuan itu membahas krisis politik yang ditandai dengan tindakan brutal militer saat menumpas para demonstran. Akan tetapi, kelompok prodemokrasi pesimis atas manfaat hasil pertemuan itu.

Pertemuan itu berlangsung di ibu kota baru Myanmar, Naypyidaw. Belum ada penjelasan lebih
detail mengenai isi pembicaraan tersebut. Sementara Gambari berupaya menjadi penengah perdamaian, pasukan keamanan junta terus memperketat penjagaan di Yangon. Situasi kota itu masih lengang setelah tembakan tentara menewaskan para demonstran pekan lalu. Jam malam yang semula diberlakukan mulai pukul 21.00 sampai 05.00 diperpendek menjadi pukul 22.00 sampai 04.00.

Menurut kelompok-kelompok pro-demokrasi, sedikitnya 200 orang tewas dan 6.000 lainnya ditahan dalam operasi penumpasan itu. Versi pemerintah menyebutkan, jumlah korban tewas 10 orang, termasuk fotografer kantor berita APF Jepang Kenji Nagai.
''Situasi di Yangon kembali normal,'' kata Menteri Luar Negeri Nyan Win dalam pidationya di Majelis Umum PBB di New York. Menurut dia, pasukan keamanan berusaha menahan diri selama sebulan lamanya namun akhirnya terpaksa bertindak untuk memulihkan situasi. Nyan Win sama sekali tidak menyinggung korban tewas. Sebaliknya, dia malah menuding pihak asing atas terjadinya kekacauan dan kekerasan itu.

''Jelas sekali ada anasir-anasir di dalam dan di luar negeri yang ingin menyelewengkan proses menuju demokrasi supaya mereka dapat mengambil keuntungan dari situasi kekacauan itu,'' kata Nyan Win.

''Makin lama mereka makin keras kepala dan mulai menantang pemerintah,'' kata dia. ''Tujuan dan nasib dari setiap dan masing-masing negeri hanya dapat ditentukan oleh pemerintah dan rakyatnya,'' kata dia. ''Itu tidak bisa dipaksakan dari luar.''

Pernyataan Nyan Win mengindikasikan, junta tidak akan surut dengan kebijakan garis kerasnya dan tidak segan-segan mengabaikan tuntutan internasional untuk memulihkan demokrasi serta membebaskan Aung San Suu Kyi.

Gambari, mantan menteri luar negeri Nigeria, telah berada di Myanmar sejak Sabtu lalu. Dia bertemu Aung San Suu Kyi Minggu lalu. Namun, Than Shwe baru bersedia ditemui kemarin.
Beberapa jam setelah bertemu Than Shwe, Gambari kembali menemui Suu Kyi. Tidak ada keterangan terperinci mengenai hasil pertemuan Gambari dengan Than Shwe dan Suu Kyi. Namun sebelumnya juru bicara PBB mengatakan, Gambari mengupayakan solusi politik untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.

Menurut juru bicara itu, Gambari berusaha menekan Than Shwe untuk menghentikan kekerasan terhadap demonstrasi damai. Dia juga mengimbau junta untuk membebaskan para tahanan. Utusan PBB itu, kemarin, langsung bertolak ke Singapura.(bbc-afp-niek-gn-26).
Sumber: Suara Merdeka, Rabu, 2/10/07

Tidak ada komentar: