Rakyat Myanmar v Junta Militer
Senjata tidak mampu membungkam perlawanan rakyat Myanmar terhadap junta militer. Saat pasukan rezim yang berkuasa 45 tahun itu tidak segan-segan menembak mati, para demonstran kini memilih bentuk aksi lain.Menurut Juru Bicara Pemerintahan Koalisi di Pengasingan (National Coalition of Government/NCG) of The Union of Burma Zin Linn, rakyat Myanmar hari ini akan mogok masal. "Hari ini (kemarin, Red), sejumlah kelompok perlawanan yang dimotori Union of the Monk (organisasi perlawanan para biksu, Red) telah melakukan sosialisasi mengenai mogok masal," papar Linn mengutip sumber-sumbernya di Yangon.
Bentuknya adalah seluruh rakyat tidak melakukan apa-apa dan berdiam di rumah sehingga seluruh sendi kehidupan di Myanmar menjadi lumpuh.Cara ini dipilih untuk menghindari lagi jatuhnya korban jiwa. "Sebagaimana yang sudah diketahui, tetap melakukan aksi turun ke jalan sama saja memberikan sasaran bagi tentara untuk menembaki. Apalagi sekarang ada demo tandingan dari milisi junta militer," katanya.Selain itu, Linn mengatakan bahwa pihaknya menganggap bahwa cara itu cukup efektif. Pihaknya yakin, kalau seluruh rakyat mogok, efeknya pasti akan memengaruhi junta militer tersebut.Apa tidak membuat kehidupan rakyat menjadi susah karena kelaparan mulai terjadi? "Mogok atau tidak mogok toh kami juga tetap kelaparan dan susah," ucapnya. Selain itu, pembangkangan tersebut juga diyakini bakal meminimalkan rakyat yang menjadi korban kekejaman junta militer. Seharian kemarin, Yangon sepi. Selain Minggu sebagai hari libur bersama, aksi yang sama juga menurun drastis karena penjagaan ketat tentara pemerintah di setiap sudut kota. Junta militer menurunkan sekitar 20 ribu tentara untuk pengamanan. Tentara langsung mendatangi dan membubarkan sejumlah kecil orang yang berteriak-teriak mengolok-olok mereka. Satu-satunya aksi massa terjadi kemarin siang sekitar pukul 14.30 WIB. Tercatat hanya sekitar 3.000 demonstran yang dipimpin oleh sekitar 100 biksu yang memadati jalanan di Yangon. Jumlah massa lebih besar justru terjadi di Mandalay. Sekitar 1.000 biksu memimpin sekitar 30.000 demonstran.Namun, seperti biasa, massa demonstran tersebut dengan cepat dibubarkan oleh tentara junta militer yang telah bersiap-siap. "Terpaksa kami kucing-kucingan dengan tentara. Sekali tempo, seorang biksu yang mengenakan pita di lengannya berlari seraya membawa umbul-umbul perlawanan (yang bersimbol burung merak) memimpin umat. Namun, begitu tentara mulai mengejar, kami melarikan diri," tutur seorang warga. Para demonstran langsung lari ke gang-gang kecil setelah ditembak dengan gas air mata oleh pasukan pemerintah. Selain itu, anggota perlawanan yang masih berada di Myanmar menyebutkan bahwa jumlah massa demonstran berkurang karena banyaknya orang yang ditangkap oleh junta militer. Menurut sumber itu, di Yangon saja, lebih dari 2.000 biksu yang ditahan. Ribuan lain masih diisolasi di dalam kuil, yang telah dikepung dan dikelilingi tentara. Para biksu tersebut ditahan di penjara Insein dan di Institut Teknik Myanmar, di bagian utara Yangon.Seorang pemimpin biksu menuturkan bahwa setelah ditahan, jubah biksu dilepas paksa dan para biksu tersebut disuruh mengenakan baju tahanan. "Jadi, dilihat sepintas, para biksu tersebut kini tidak bisa lagi dibedakan dengan penjahat biasa," ucap sumber tersebut. Dia dihubungi lewat telepon yang difasilitasi oleh NCG.Menurut tradisi masyarakat Myanmar, memenjara biksu, merampas jubah, dan menyuruhnya mengenakan baju penjahat merupakan penghinaan besar karena biksu sangat dihormati di sana. Parahnya lagi, junta militer telah memvonis sekitar 100 biksu dalam sebuah pengadilan khusus (dan instan). Hukumannya penjara lima hingga enam tahun. Selain itu, sumber di kelompok perlawanan di Yangon mengatakan bahwa para tentara juga "menjarah" benda-benda berharga di sejumlah kuil. Namun, yang paling parah dijarah adalah kuil Ngwe Kyar Yan, kuil yang juga paling parah efeknya dalam serangan fajar oleh junta Jumat (28/9) dini hari. Dari kuil itu, 200 biksu langsung ditahan dan sisanya mengalami luka-luka.Sejumlah barang berharga itu termasuk sejumlah patung Buddha (yang biasanya terbuat dari emas atau ada perhiasannya). Bahkan, sebuah patung Buddha yang terbesar dan berkalung perhiasan juga dijarah. Patung tersebut kini tidak berkepala. Berlawanan dengan pernyataan junta militer Myanmar yang menyebut hanya sepuluh orang tewas, sumber kelompok perlawanan junta militer memperkirakan bahwa jumlah korban tewas mencapai 200 orang. "Banyak mayat yang diambil dan dibuang di sebuah tempat rahasia oleh tentara pemerintah. Saya melihat sendiri ketika sebuah truk tentara mengangkut sekitar 20 mayat di jalanan Yangon," tuturnya.Ang Zaw, seorang anggota kelompok perlawanan bawah tanah yang kini tinggal di Chiang Mai, membantah junta "Mustahil jumlah korban kurang dari sepuluh, sebagaimana pernyataan resmi SPDC," tutur pria yang juga menjadi editor Irrawaddy, sebuah majalah milik kelompok perlawanan Burma.Selain itu, masih menurut Ang Zaw, telah muncul demo tandingan dari sebuah kelompok yang menamakan diri the Union Solidarity and Development Association. Ini onderbouw junta militer Myanmar. "Mereka telah memaksa sejumlah orang di Kyaukpadaung, Myingyan, dan Nyaung Oo untuk ikut berdemonstrasi mendukung junta," paparnya. (afp/ap/*) Sumber: Jawa Pos, Senin, 01 Okt 2007
Mogok Gantikan Demo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar