PBB Sulit Temui Than Shwe


Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Ibrahim Gambari gagal bertemu pemimpin junta militer Jenderal Senior Than Shwe atau Wakil Jenderal Senior Maung Aye, kemarin.

Namun, Gambari dapat bertemu dengan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan sejumlah pemimpin junta Myanmar. Kehadiran Gambari di Myanmar diharapkan dapat mengakhiri krisis terbesar yang melanda negara tersebut 19 tahun terakhir. Meski belum dapat bertemu Than Shwe, Gambari berharap bisa berdialog dengan pemimpin junta itu sebelum meninggalkan Myanmar. ”Gambari bermaksud bertemu dengan Than Shwe sebelum meninggalkan negara itu,” ungkap pernyataan PBB, kemarin.

Meski gagal berdialog dengan Than Shwe, Gambari telah bertemu dengan pelaksana tugas Perdana Menteri (PM) Thein Sein,Menteri Kebudayaan Khin Aung Nyint, dan Menteri Informasi Kyaw Hsan di Naypyitaw, 385 km utaraYangon. Meskipun sejumlah pejabat tersebut memegang posisi senior dalam pemerintahan militer, seluruh keputusan akhir ada di tangan Than Shwe dan Wakil Jenderal Senior Maung Aye.

Karena itulah,pertemuan Gambari dan Than Shwe akan memberi arti penting bagi keberhasilan misi khusus PBB tersebut. Setelah bertemu dengan sejumlah pejabat senior Myanmar, Gambari kembali ke Yangon dan menuju State Guest House untuk bertemu Suu Kyi. ”Gambari dan Suu Kyi bertemu selama lebih dari satu jam,” ungkap pernyataan PBB tanpa memberi perincian lebih lanjut. Seorang diplomat Asia menyatakan, Gambari terbang kembali ke Naypyitaw kemarin sore, dengan harapan dapat bertemu Than Shwe atau Maung Aye.

Diduga, Gambari juga membawa pesan dari Suu Kyi untuk pemimpin junta tersebut. Namun tampaknya Than Shwe menolak bertemu Gambari meski tidak memberikan pernyataan resmi. ”Dia harus mulai melakukan diplomasi halusnya.Dengan kemampuan diplomatik Gambari, semua akan berjalan lancar,”papar diplomat yang enggan disebut namanya. Menurut Duta Besar Inggris untuk Myanmar Mark Canning,Gambari harus tinggal di Myanmar lebih lama untuk memastikan proses rekonsiliasi nasional berjalan lancar. ”Dia harus mendapat banyak waktu untuk melaksanakan tugasnya. Itu akan memerlukan akses kelevel senior pemerintahan yang merupakan aktor-aktor politiknya,” papar Canning,kemarin. Pertemuan diplomatik antara Gambari dan pejabat senior junta itu berlangsung bersamaan dengan ribuan pasukan yang masih bersiaga di kota-kota terbesar Myanmar, kemarin.

Hingga kemarin malam, sejumlah orang masih ditangkapi militer. Sebuah tayangan video yang diambil kelompok penentang junta, Suara Demokratik Burma (DVB), menunjukkan jenazah biksu yang mengambang di Sungai Yangon. Wajah biksu tadi dipenuhi luka memar. Belum jelas berapa lama jenazah tersebut mengapung di sungai tersebut. PBB telah berulang kali gagal menciptakan rekonsiliasi antara pemerintah militer dan oposisi prodemokrasi. Gambari dan pendahulunya, Razali Ismail dari Malaysia, juga gagal membebaskan Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian 1991 dan simbol perjuangan demokrasi di Myanmar.

China Menjadi Kunci

Sementara kemarin, mantan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB John Bolton menegaskan, China merupakan kunci perubahan politik di Myanmar.Meski demikian, sangat sedikit harapan bahwa Beijing bersedia menekan pemerintah junta Myanmar. Bolton menilai kedatangan Gambari ke Myanmar tidak akan memiliki banyak pengaruh bagi junta. ”Saya pikir tidak masuk akal untuk berpikir bahwa dia (Gambari) akan mendapatkan banyak hasil.
Jika dia dapat melakukannya, dia perlu lebih banyak kekuatan,” papar Bolton dalam konferensi oposisi utama konservatif Inggris di Blackpool, Inggris barat laut. ”Burma (Myanmar) paham, Gambari mewakili perbedaan dalam Dewan Keamanan (DK) PBB. Perubahan sikap Burma tergantung pada China.Yang perlu dipertanyakan, berapa lama China akan menoleransi rezim militer ini dan dominasinya di Burma,”papar Bolton. Bolton menegaskan, China selama ini enggan bertindak tegas terhadap Myanmar. ”Rekor ini sangat buruk,” ujarnya. Bolton menambahkan,China telah menolak menempatkan Myanmar dalam agenda pembahasan DK PBB tahun lalu.

”Tidak jelas apakah China bersedia menekan Myanmar untuk satu tahun ke depan atau hingga Olimpiade atau lebih lama lagi,”tambahnya. Selama ini China juga menolak resolusi terhadap Myanmar dan memveto segala keputusan terkait rezim Myanmar. ”AS, Inggris, dan negara-negara lain perlu berkata kepada China, ‘Anda harus melakukan sesuatu untuk mengubah rezim tersebut. Jika Anda tidak melakukannya, Anda akan membayar harganya dalam hubungan bilateral,’” ujar Bolton.

Sejumlah negara yang juga memiliki hubungan dekat dengan Myanmar,seperti India dan Rusia, juga bersikap diam atas aksi kekerasan junta. Mereka lebih mengutamakan kepentingan akan sumber daya minyak dan gas yang dimiliki Myanmar daripada mengkritik junta. Kemarin, jumlah tentara yang dikerahkan di Yangon telah mencapai 20.000 personel. Mereka dikerahkan di kota terbesar itu untuk memastikan tidak ada lagi demonstran yang berani turun ke jalan.
”Pasukan keamanan menunjukkan kekuatannya. Saya pikir tidak ada peluang pengunjuk rasa untuk turun ke jalan dan memobilisasi cukup orang untuk menjatuhkan junta saat ini,” papar diplomat Asia lain yang enggan disebut namanya. Diperkirakan sekitar 1.000 orang ditangkap oleh junta.Mereka yang ditangkap termasuk anggota partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Mereka bergabung dengan 1.100 tahanan politik yang telah ditahan sebelum kekacauan saat ini.

”Kami minta maaf kepada orang-orang asing yang merasa tidak aman. Rakyat di negara ini sangat baik dan ramah,tapi tentara sangat kasar,” ungkap seorang penduduk.Warga sipil kini dicekam ketakutan akibat aksi brutal militer. Junta menyatakan, korban tewas dalam aksi kekerasan antara junta dan pengunjuk rasa mencapai 13 orang.Namun sejumlah pihak menyatakan korban tewas mencapai 200 orang. (AP/AFP/syarifudin)
Sumber: Seputar Indonesia, Senin, 01/10/2007

Tidak ada komentar: