Mengunjungi Markas Pejuang Anti-Junta Militer Myanmar di Thailand
Laporan KARDONO S. dari Mae Sot, Thailand
Mae Sot, kota di perbatasan Thailand dan Myanmar, kini menjadi pusat pengungsian para pejuang antijunta militer Myanmar. Para aktivis dari "perlawanan Burma" itu umumnya pernah mengalami kekerasan junta. Termasuk mencicipi sistem penjaranya yang kejam.
JUNTA militer Myanmar dikenal sangat kejam. Taw Nay Thoo, 26, pemuda dari suku Karen, salah satu etnis minoritas di Myanmar yang tinggal di perbatasan Myanmar-Thailand, punya kenangan yang mengerikan tentang kebengisan junta.
"Keluarga saya sudah habis, dibantai junta," kata Taw Nay Thoo kepada Jawa Pos.
Tragedi tersebut terjadi pada 1990. Kala itu, tutur Taw, tentara pemerintah Myanmar menyerbu desanya di kawasan Myanmar Timur. Etnis Karen yang sebagian adalah umat kristiani selama ini memang dikenal sebagai penentang gigih junta militer.
Taw selamat karena saat penyerbuan, dirinya berada di desa tetangga. Oleh warga desa tetangga, Taw yang saat itu masih berusia delapan tahun dibawa ke kamp pengungsi di Mae Sot. Taw selanjutnya merantau ke Bangkok.
Di ibu kota Thailand itu, Taw rajin mengumpulkan video dokumenter tentang kekejaman junta militer Myanmar untuk Altasean, nama sebuah kelompok perlawanan Burma (nama Myanmar sebelum diubah oleh pemerintah junta).
"Harus ada perubahan. Junta tidak bisa lagi dibiarkan berkuasa," kata Toni, panggilan akrab Taw, seraya memberikan sebuah film dokumenter karyanya yang berbahasa Indonesia kepada Jawa Pos.
Kendati kelompok perlawanan Burma cukup banyak dijumpai di Bangkok, basis kelompok perlawanan bawah tanah rakyat Burma ada di Mae Sot, sebuah kota kecil yang berbatasan langsung dengan Myanmar. Kota ini berada sekitar 700 km sebelah barat Bangkok.
Dari Mae Sot menuju wilayah Myawaddi, Myanmar, dihubungkan dengan jembatan sepanjang sekitar dua kilometer. Jembatan yang melintasi Sungai Moei itu diberi nama "Jembatan Persahabatan".
Mae Sot merupakan kamp pengungsi Myanmar terbesar. Menurut otoritas setempat, setidaknya ada 80 ribu pengungsi Myanmar di Mae Sot saja. "Itu jumlah yang tercatat resmi. Jumlah sebenarnya jauh lebih banyak karena banyak yang masuk secara ilegal," kata Manop Pramkatep, seorang petugas imigrasi Thailand, kepada Jawa Pos di Jembatan Persahabatan.
Di Mae Sot, setidaknya ada dua kelompok perlawanan yang cukup besar, yakni AAPP (Associate Assistance for Political Prisoners) dan ABFSU (All Burma Federation of Student Union). Selain itu, masih ada sebuah pagoda yang didirikan dan digunakan oleh para biksu pelarian Burma. Pagoda tersebut bernama Wa Pa Mai Monastery.
Organisasi terbesar dan yang paling banyak dirujuk adalah AAPP. Sejak 1988, menurut AAPP, junta militer telah memenjara lebih dari 200 ribu orang tahanan politik. "Kami berjuang agar tidak ada lagi tahanan politik," ujar Bo Kyi, joint secretary AAPP.
AAPP, imbuh Bo Kyi, mempunyai jaringan sekitar 300 orang di seluruh Myanmar untuk memantau sekitar 46 penjara yang ada di sana. "Di antara orang-orang kami, ada yang tahanan politik, tahanan kriminal, dan bahkan beberapa sipir penjara," katanya. Saat ini, AAPP aktif memantau perkembangan para tahanan politik tersebut.
Kantor AAPP terletak di pinggiran Kota Mae Sot. Untuk masuk ke sana, Jawa Pos harus dipandu aktivis AAPP. Sebab, kantornya tanpa papan nama.
Menempati bangunan seukuran rumah tipe 36, kantor AAPP didesain cukup unik. Satu ruang tampak seperti kantor biasa (lengkap dengan komputer dan operatornya). Yang paling menarik adalah ruang museum. Di sepanjang dinding ruang ini, dipajang foto-foto orang yang hilang, ditahan, ataupun tewas karena kekejaman junta militer.
Ada juga miniatur Penjara Insein, penjara paling terkenal di Myanmar, lengkap dengan miniatur ruang selnya. Sejumlah foto menunjukkan hampir seluruh anggota parlemen di Uni Eropa dan AS pernah mengunjungi museum tersebut.
By Kyi boleh dibilang "kenyang" pengalaman di penjara. Dua kali, Byo Ki ditahan. Pertama, tahun 1990-1993 gara-gara demonstrasi. Kedua, Juli 1994 hingga Oktober 1998 setelah ikut dalam rombongan negosiasi dengan junta. "Negosiasinya gagal, kami langsung ditahan," kata Bo Kyi.
Menurut Bo Kyi, semua penjara adalah tempat yang tidak enak. Namun, penjara di Myanmar paling mengerikan. "Apalagi, Penjara Insein (terletak di bagian utara Yangon, Red)," kata Bo Kyi.
Karena banyaknya orang yang terganggu mentalnya setelah menjalani hukuman di Penjara Insein, kata Bo Kyi, oleh para tapol penjara ini sering dipelesetkan menjadi "Insane" (kata dalam bahasa Inggris yang berarti gila, Red).
Bo Kyi bercerita bahwa tatkala dijebloskan ke dalam Penjara Insein, dirinya dikurung dalam sebuah ruang berukuran 1,5 meter x 1,5 meter. "Tidak ada penerangan. Ruang sempit itu benar-benar gelap," katanya.
Pria yang lari dari Myanmar sejak 2000 itu menuturkan selama hampir dua hari dia tidak diberi makanan dan minuman. "Belakangan diketahui, seluruh tahanan baru di sana tidak diberi makanan dan minuman selama 36 jam. Untuk bertahan hidup, saya terpaksa minum air toilet," ujarnya.
Tujuan pengurungan seperti itu, kata dia, adalah melemahkan mental dan fisik para tahanan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah orang-orang junta militer menginterogasi mereka. (bersambung)
Sumber: Jawa Pos, Jumat, 05 Okt 2007
Bo Kyi Bertahan Hidup dengan Minum Air Toilet
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Sands Casino & Hotel - San Diego - SEGP
Casino: Your ticket to success! Play kadangpintar and stay at San 1xbet korean Diego's San Diego's best Casino! 샌즈카지노 Whether you're looking for a fun and exciting gaming experience,
Posting Komentar